RELEVANSI TEORI MALTHUS DALAM KEPENDUDUKAN
Milta Charennina
Fakultas Geografi UGM
Aliran Malthusian
(Thomas Robert Malthus) Malthus adalah orang pertama yang mengemukakan tentang penduduk. Dalam “Essay on Population”, Malthus beranggapan bahwa bahan makanan penting untuk kelangsungan hidup, nafsu manusia tak dapat ditahan dan pertumbuhan penduduk jauh lebih cepat dari bahan makanan. Teori Malthus menyebutkan bahwa pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur sedangkan pertumbuhan ketersediaan pangan mengikuti deret hitung, pada kasus ini dimana terdapat permasalahan meledaknya jumlah penduduk dikota yang tidak diimbangi dengan ketersediaan pangan pun berkurang, hal ini merupakan perimbangan yang kurang menguntungkan jika kita kembali kepada teori Malthus.
Teori Malthus jelas menekankan tentang pentingnya keseimbangan pertambahan jumlah penduduk menurut deret ukur terhadap persediaan bahan makanan menurut deret hitung. Teori Malthus tersebut sebetulnya sudah mempersoalkan daya dukung lingkungan dan daya tampung lingkungan. Tanah sebagai suatu komponen lingkungan alam tidak mampu menyediakan hasil pertanian untuk mencukupi kebutuhan jumlah penduduk yang terus bertambah dan makin banyak. Daya dukung tanah sebagai komponen lingkungan menurun, karena beban manusia yang makin banyak. Jumlah penduduk harus seimbang, dengan batas ambang lingkungan, agar tidak menjadi beban lingkungan atau mengganggu daya dukung dan daya tampung lingkungan, dengan menampakkan bencana alam berupa banjir, kekeringan, gagal panen, kelaparan, wabah penyakit dan kematian.
Teori Malthusian
Jika diutarakan dengan angka-angka, rumus Malthus akan menunjukkan
pertumbuhan jumlah penduduk: 1, 2, 4, 8, 16, 32, 64 dan seterusnya,
sedangkan per-sediaan makanan: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 dan seterusnya.
Dari teorinya itu, lalu Malthus memberikan kesimpulan dan solusinya dengan dua hal utama, pertama pembukaan tanah lebih banyak dan dengan menganjurkan pertanian sebesarbesarnya, kemudian jika cara ini dipandang masih belum efektif dalam mengatasi kerawanan pangan, maka yang kedua adalah dengan pengendalian pertum-buhan penduduk. Pengendalian inilah yang sering disebut Malthus dengan “pengen-dalian langsung” yang ditujukan kepada “golongan positif” seperti pekerjaanpekerjaan yang yang tak sehat, kerja yang berat, kemelaratan yang teramat sangat, penyakit, perawatan anak-anak yang tak baik, kota-kota besar, pes, epidemi; serta “golongan preventif”, yaitu pengekangan moral dan adanya cacat jasmani.
Menurut pendapatnya, faktor pencegah dari ketidakseimbangan penduduk dan manusia antara lain Preventive checks (penundaan perkawinan, mengendalikan hawa nafsu dan pantangan kawin), Possitive checks (bencana alam, wabah penyakit, kejahatan dan peperangan).
Sudut Pandang terhadap Kependudukan
Robert Malthus ini mengemukakan beberapa pendapat tentang kependudukan, yaitu :
a. Penduduk (seperti juga tumbuhan dan binatang) apabila tidak ada pembatasan akan berkembang biak dengan sangat cepat dan memenuhi dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi.
b. Manusia untuk hidup memerlukan bahan makanan, sedangkan laju pertumbuhan makanan jauh lebih lambat (deret hitung) dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk (deret ukur)
Menurut aliran ini pembatasan pertumbuhan penduduk dapat dilakukan dengan 2 cara :
1. Preventif Checks (pengekangan diri), yang terdiri dari,
a. Moral restraint (pengekangan diri) 1) Mengekang nafsu seks 2) Tunda kawin
b. Vice atau Kejahatan (pengurangan kelahiran) 1) Pengguguran kandungan 2) Homoseksual
2. Positive Checks (lewat proses kelahiran), yang terdiri dari,
a. Vice atau kejadian (pencabutan nyawa) 1) Bunuh anak-anak 2) Bunuh orang cacat 3) Bunuh orang tua
b. Misery (kemelaratan) 1) Epidemi 2) Bencana alam 3) Peperangan 4) Kekurangan makanan
Setelah Malthus menggagas proposisi dan menawarkan gagasannya tentang kependudukan, diskursus kependudukan terbagi ke dalam dua aliran besar, terutama selama pertegahan abad ke-19. Aliran pertama yaitu aliran yang mengikuti prinsip kependudukan yang disusun oleh malthus dan aliran yang menentang prinsip Malthus. Dalam konteks ekonomi, perkembangan aliran yang pertama mengarah kepada teori aliran klasik (dan selanjutnya neoklasik) sedang aliran kedua menjadi teori sosialis.
Prinsip Doktrin Klasik
Prinsip dari doktrin klasik adalah
a. Prinsip diminishing returns adalah “bila semua tanah yang sudah subur sudah ditempati manusia, pertambahan jumlah makanan selama satu tahun harus bergantung dari peningkatan tanah yang sudah diduduki itu.
b. Jumlah penduduk senantiasa terbatas oleh saranasarana kehidupan dan bahwa jumlah penduduk akan selalu bertambah apabila tidak terdapat rintangan yang dahsyat dan nyata.
c. Teori akumulasi berbunyi: ’selama investasi tambahan masih diharapkan dapat menghasilkan keuntungan, akumulasi modal akan senantiasa berlangsung dan otomatis permintaan tenaga kerja akan meningkat juga. Sebagai akibat permintaan tenaga kerja ini, upah akan tetap berada di atas garis minimun dan cenderung merangsang penduduk untuk semakin bertambah banyak.
Aliran Sosilalis
Aliran yang kedua yakni aliran sosialis sebaliknya justru mengkritik dan menentang prinsip-prinsip yang diajukan oleh Malthus. Kritik terhadap Maltus dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu pertama, mencakup segi-segi ekonomi yang lebih menitikberatkan kepada faktor-faktor kemajuan teknologis, pembagian kerja, perluasan produksi atau pandangan yang semuanya agak tergantung dengan pandangan klasik mengenai kemajuan ekonomi, upah dan masalah kependudukan; dan kedua, meliputi sudut pandang demografis dalam pengertian yang sebenar-benarnya.
Ide Malthus untuk mengatasi rawan pangan adalah ide yang mempengaruhi para pemikir Eropa saat itu, dan mulai memberikan rekomendasi-rekomendasi kepada para penguasa Eropa dalam menghadapi bencana krisis pangan yang menghantui mereka. Apalagi setelah Malthus ‘memperbaiki’ kesimpulannya setelah menuai banyak kritik, dengan menerbitkan esainya yang kedua, yang menekankan “pengekangan moral” dan “menaruh keinginan hati untuk kebaikan umat manusia”, kelompok Malthusian dan Neo-Malthusiaan yang mendukungnya semakin kuat.
Logika Malthus yang dikembangkan oleh Darwin dan diperkuat oleh para peletak dasar kapitalisme seperti Adam Smith atau John Stuart Mill, membuat bangsa-bangsa Eropa mulai mengadakan “penjelajahan samudera” untuk “menemukan sumber pangan dan tempat tinggal baru”. Maka lahirlah era imperialisme modern. Ketika metode imperialisme ini dihadang oleh semangat anti-penjajahan dari penduduk setempat di daerah jajahan, pemegang ideologi kapitalisme mulai mengganti metode imperialisme fisik ini dengan “penjajahan gaya baru”. Dari sini muncul suatu teori pembangunan yang diilhami oleh kesimpulan biologisekologis, yaitu Teori Ketergantungan. Teori ini menyatakan bahwa “suatu ekosistem yang stabil akan berusaha untuk mempertahankan stabilitas sistemnya dengan menyerap energi dari ekosistem yang lain”. Sehingga, untuk menjadi sebuah sistem yang ‘stabil’, negara-negara barat berusaha membuat suatu ketergantungan bagi negara-negara berkembang pada diri mereka
Kritik terhadap Malthus
Meskipun demikian teori mendapat berbagai kritik karena Malthus tidak memperhitungkan hal-hal sebagai berikut :
a. kemajuan bidang transportasi yang dapat menghubungkan satu daerah dengan daerah lain sehingga distribusi makana dapat berjalan
b. kemajuan bidang teknologi, terutama bidang pertanian
c. Usaha pembatasan kelahiran bagi pasangan yang sudah menikah
d. fertilitas akan menurun apabila perbaikan ekonomi dan standar hidup penduduk dinaikkan.
Untuk beberapa saat, kritik ini sempat membuat teori Malthus ditinggalkan. Banyak orang beralih ke teori teknologi yaitu sebuah kelompok yang muncul untuk menolak pesimistis Malthus “pesimistis” dalam melihat perkembangan dunia. Teori ini dimotori dunia oleh Herman Kahn (1976), ia berpendapat bahwa kemiskinan yang terjadi di negara berkembang akan dapat diatasi jika negara maju dapat membantu negara miskin , sehingga kekayaan dan kemampuan hidup itu akan miskin, didapatkan oleh orang-orang miskin. Ia beranggapan bahwa teknologi maju akan mampu melakukan pemutaran ulang (recycling) terhadap nasib manusia pada suatu masa yang disebut Era Substitusi
Tetapi pada saat bumi mulai bereaksi atas eksploitasi yang dilakukan secara terus menerus oleh umat manusia dan fenomena pertambahan penduduk yang berlangsung terus menerus sepanjang masa, pesimistis itu sungguh masuk akal. Tentu saja itu tidak berhenti di situ. Dunia tetap harus disegarkan karena pada dasarnya manusia adalah makhluk yang sangat kreatif, selalu berpikir dan mampu keluar dari masalahmasalah alamiah yang melingkupinya. Pesimistis dalam arti jika manusia tidak mampu menemukan solusi itu dan atau manusia tidak berpikir untuk berhenti melakukan eksploitasi yang berlebihan serta terus meningkatkan jumlah populasinya tanpa terkendali, maka bumi pada akhirnya akan kehilangan daya dukung. Dan terinspirasi pemikiran Malthus, penekanan kelahiran, atau paling tidak pengaturan jumlah kelahiran mutlak dilakukan. Hal itu adalah sebuah pilihan yang sangat rasional. Apalagi dengan mengajukan pertanyaan, adakah tempat lain selain bumi untuk didiami manusia apabila umlahnya sudah betul-betul terus bertambah mengikuti logika Malthus? Persoalannya tidak lagi sekedar memberi makanan bagi manusia tetapi sudah jauh lebih kompleks tentang hidup umat manusia yang lebih lama di muka bumi dan kehidupan sekarang yang lebih berkualitas.
Referensi :
Faiz Manshur, 2005. Kecemasan atas Pelipatgandaan Manusia, dalam www.cnetwork.com/editorial/privacy.htm, diakses pada tanggal 31 Maret 2019
Foster, John Bellamy. 1998. Malthus’ Essay on Population at Age 200: A Marxian View, dalam Monthly Review, Volume 50, Number 7, Desember 1998.
Gimenez, Martha E. 1973. The Population Issue: Marx vs Malthus. Revised version of paper presented at the Pasific Sociological Association Meeting in Honolulu, 1971. Dalam Journal of the Institut for Development Research, Copenhagen.
Roberts, Wil. 2008. Dari Malthus ke Marx dalam www.wilroberts.blogspot.com diakses pada tanggal 31 Maret 2019.
Komentar
Posting Komentar