Langsung ke konten utama

Stratigrafi dan Identifikasi Batuan pada Formasi Sambipitu, Kali Ngalang, Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

 Stratigrafi dan Identifikasi Batuan pada Formasi Sambipitu, Kali Ngalang, Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Stratigraphy and Identification of Rocks in the Sambipitu Formation, Ngalang River, Gedangsari District, Gunungkidul Regency, Special Region of Yogyakarta

Milta Charennina

DEPARTEMEN GEOGRAFI LINGKUNGAN, FAKULTAS GEOGRAFI, UNIVERSITAS GADJAH MADA

milta.c@mail.ugm.ac.id

 

ABSTRACT

    The Sambipitu Formation is located in Ngalang River, Ngalang Village, Gedangsari District, Gunungkidul Regency, Yogyakarta Special Province. Geographically located at coordinates X: 453132.115 mT and Y: 9128328,004 mU. Distribution of the Sambipitu Formation is parallel to the south of the Nglanggran Formation, in the southern foot of the Baturagung Subzone, but narrows and then disappears to the east. The thickness of the Sambipitu Formation is estimated to reach 230 meters.

    Volcaniclastic materials that make up rocks are dominated by pyroclastic material which is subjected to rework while epiklastik material is less common, even some layers are composed entirely by tuffs which indicate volcanic activity in the form of intensive eruptions. Carbonate material is composed mainly by planktonic and bentonic foraminifera. Correlation of the three lines shows that the Ngalang Kali route is a deposition center from the transition zone. Paleogeography of the transition zone is a shelf of an active volcanic foot with several small reefs growing in a more shallow part. Reef can develop well when the sediment supply from volcanic eruptions does not reach the growing environment in the reef.

    The constituent rocks of the Sambipitu Formation at the top are fine sandstone alternating with shales, silt stones, and clay stones then at the bottom consists of coarse sandstone. The upper part of this formation contains carbonate material, while the lower part does not contain carbonate rocks. The purpose of this study was to find out the circumstances and stratigraphy and identify rocks in the Sambipitu Formation

KEYWORD : formation; rocks; identification


I. PENDAHULUAN

    Pegunungan Selatan dibagi menjadi 3 zona Subzona Wonosari, Subzona Baturagung dan Subzona Gunung Sewu. Wilayah Wonosari merupakan sebuah dataran tinggi yang terletak di bagian tengah Zona Pegunungan Selatan, yaitu di Daerah Wonosari dan sekitarnya (Sutanto, 2003). Dataran ini dibatasi oleh Subzona Baturagung di sebelah barat dan utara, sedangkan di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan Subzona Gunung Sewu. Jika dilihat dari reliefnya, daerah ini pegunungan selatan tersiri dari dua relief secara umum, yakni relief yang kasar di sisi timur, dan yang cenderung lebih halus di sisi barat, pada bagian utaranya terdapat gawir-gawir yang memanjang relatif barat-timue, pembentukannya terjadi karena adanya evolusi tektonik yang terjadi di Pulau Jawa pada zaman Kapur hingga sekarang.

    Formasi Wungkal dicirikan oleh kalkarenit dengan sisipan batupasir dan batulempung, sedangkan Formasi Gamping dicirikan oleh kalkarenit dan batupasir tufaan. Di Daerah Gamping (sebelah barat Kota Yogyakata, sebagai tipe lokasi), Formasi Gamping ini dicirikan oleh batugamping yang berasosiasi dengan gamping terumbu. Kedua formasi tersebut berumur diperkirakan sama-sama terjadi pada masa Eosen Tengah-Eosen Atas. Pada bagian atas Formasi Wungkal dan Formasi Gamping ditutupi secara tidak selaras oleh sedimen volkanoklastik yang dikelompokkan sebagai : Formasi Kebo, Formasi Butak, Formasi Semilir, Formasi Nglanggran, dan Formasi Sambipitu.

    Formasi Sambipitu terletak di Kali Ngalang, Desa Ngalang, Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara geografis terletak pada koordinat X:453132,115 mT dan Y:9128328,004 mU. Penyebaran Formasi Sambipitu sejajar di sebelah selatan dari Formasi Nglanggran, di kaki selatan Subzona Baturagung, namun menyempit dan kemudian menghilang di sebelah timur. Formasi ini tersusun oleh perselingan antara batupasir tufaan, serpih dan batulanau, yang memperlihatkan ciri endapan turbidit. Di bagian atas sering dijumpai adanya struktur slump skala besar. Satuan ini selaras di atas Formasi Nglanggran, dan merupakan endapan lingkungan laut. Ketebalan Formasi Sambipitu diperkiran mencapai 230 meter. 

    Fase sedimentasi setelah peletusan Gunungapi Nglanggran menghasilkan endapan laut yang terbentuk sekitar 16 juta tahun lalu (permulaan Miosen Tengah). Longsoran bawah laut yang dialami oleh sedimen pasir, lempung, dan serpih menghasilkan struktur sedimen yang unik seperti lapisan terpelintir, perlapisa bersusun dan perairan sejajar. Setempat, di pinggir laut yang sangat dangkal hidup binatang meliang yang membentuk struktur sedimen galauan-jasan. Situs geologi ini merupakan lokasi tipe Formasi Sambipitu (Surono, 2008).

 

II. METODE

    Metode yang digunakan pada penelitian ini menggunakan 2 (dua) metode, yaitu metode pengamatan langsung di lapangan dan metode analisis data. Metode pengamatan langsung di lapangan, dilakukan dengan cara mengamati obyek secara langsung di lapangan. Sedangkan metode analisis data, dilakukan dengan cara menganalisis data hasil pengamatan dan menyempurnakannya dengan penelitian terkait sebelumnya yang diambil dari jurnal maupun buku.

 

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

    Formasi Sambipitu yang secara litologi tersusun oleh batupasir berkarakter pengendapan arus turbid pada submarine fan (kipas bawah laut) di fore arc basin (cekungan depan busur) pada kala Miosen Awal-Miosen Tengah yang berlangsung antara 23,03 hingga 5,33 juta tahun yang lalu (Pandita, 2008). Formasi Sambipitu dikelompokkan atas dua yaitu: batupasir bagian bawah, yang terdiri dari batupasir kasar dengan endapan volklanoklastik berselang-seling dengan  tuff halus dan lapilli. Hasil endapan ini diakibatkan pengaruh volkanisme yang tinggi pada Miosen Bawah sampai awal Miosen Tengah dan batupasir pada bagian atas, yang semakin keatas batuan fasies volkanoklastik (sisipan tuff, lapili) hilang dan berangsur-angsur menjadi batupasir halus yang berselang-seling dengan serpih, batulanau dan batulempung, hingga terbentuklah fasies batupasir yang memiliki stuktur sedimen permukaan trace fosil (fosil jejak) pada bagian lower fan di bagian jalur Kali Ngalang (Hamblin, W.K, Howard, J.D, 1964).

 

Gambar 1. Kenampakan Kali Ngalang pada saat dilakukan pengamatan.

    Berdasarkan kombinasi dari litofasies,  asosiasi  fasies  dan  lingkungan paleobatimetri berdasarkan kandungan foraminifera, didapatkanlah hasil interpretasi  terhadap sistem pengendapan yang terjadi pada  saat pengendapan Formasi  Sambipitu  bagian  atas. Litofasies pada daerah  penelitian menunjukkan lingkungan pengendapan laut dangkal dengan komposisi  material vulkanoklastik dan karbonat yang melimpah. Asosiasi fasies  menunjukkan bahwa satuan ini memiliki struktur sedimen yang menunjukkan adanya sikuen Bouma sehingga  dapat disimpulkan  bahwa  satuan ini memiliki pengaruh gravitasi pada sistem pengendapannya (Pratipsih,dkk, 2006).

    Fosil yang ditemukan pada formasi Sambipitu diantaranya Lepidocyclina verbeeki NEWTON dan HOLLAND, Lepidocyclina ferreroi PROVALE, Lepidocyclina sumatrensis BRADY, Cycloclypeus comunis MARTIN, Miogypsina polymorpha RUTTEN dan Miogypsina thecideaeformis RUTTEN yang menunjukkan umur Miosen Tengah (Bothe, 1929). Kandungan fosil bentoniknya menunjukkan adanya percampuran antara endapan lingkungan laut dangkal dan laut dalam. Dengan hanya tersusun oleh batupasir tuf serta meningkatnya kandungan karbonat di dalam Formasi Sambipitu ini diperkirakan sebagai fase penurunan dari kegiatan gunungapi di Pegunungan Selatan pada waktu itu (Bronto dan Hartono, 2001).

    Formasi   Sambipitu   yang   tersingkap baik pada lintasan Kali gradual menjadi batugamping Formasi  Wonosari. Batupasirmemiliki  karakteristik  berwarna lapuk  abu-abu kecokelatan  hingga  cokelat kemerahan,   dan   warna   segar    abu-abu terang  hingga  kehijauan, besar  butir  pasir kasar  hingga  pasir  sangat  halus,  bentuk butir menyudut tanggung hingga membundar, kemas terbuka-tertutup, pemilahan sedang hingga baik, permeabilitas  baik,  kekerasan agak  keras, bersifat    karbonatan,    struktur    sedimen massif, graded  bedding,  laminasiparalel, laminasi bergelombang, lenticular, convolute, bioturbasi, pada beberapa lokasi terdapat lag deposit  dan nodul  glaukonit. Batulempung  yang  terdapat  dalam  satuan ini   memiliki   karakteristik   warna  lapuk abu-abu  gelap  dan  warna  segar  abu-abu, kekerasan dapat diremas, bersifat karbonatan    dengan     struktur     laminasi paralel

 

Gambar 2. Batu Pasir yang ada di Formasi Sambipitu

    Berdasarkan analisis petrografi, diketahui bahwa batupasir memiliki karakteristik   berupa warna putih krem, dengan analisator berwarna abu-abu kecokelatan, ukuran butir kasar, bentuk  butir membundar-membundar tanggung, kemas terbuka-tertutup, pemilahan buruk, komposisi terdiri atas fragmen litik sebanyak 40%, kristal kuarsa sebanyak 5%, Kristal feldspar sebanyak 10%, material piroklastik sebanyak 10% dan matriks sebanyak 35%. Dalam  klasifikasi Bogs, dkk  (1995), batupasir ini  termasuk kedalam jenis Lithic Greywacke

Tabel 1. Kandungan Komposisi  Batu Pasir

40%

Fragmen litik

35%

Matriks

10%

Kristal feldspar

10%

Material piroklastik

5%

Kristal kuarsa

Sumber : Klasifikasi Komposisi Mineral menurut Bogs(1995)
 

IV. KESIMPULAN

        Formasi Sambipitu pada daerah penelitian ini diendapkan  pada  umur (Miosen   Awal   bagian  akhir –Miosen tengah  bagian  awal). Suksesi  vertical dari lintasan  Kali  Ngalang   dapat  dibagi menjadi lima  kelompok  litofasies  yaitu batupasir sisipan batu lempung, batu pasir karbonatan sisipan batulempung dengan  kelimpahan bioturbasi, batu pasir perselingan batulempung dengan pengaruh volkaniklastik, batupasir perselingan batulempung   dengan   komposisi   mineral karbonat serta batu gamping, dan batugamping sisipan batupasir dan batulempung. Asosiasi  fasies  pada  daerah penelitian menunjukkan  bahwa  satuan  ini berasosiasi  dengan  fasies  laut  dangkal  dan terpengaruh arus turbid. Selain itu ditemukan batuan pasir yang menjadi ciri yang menguatkan asal-usul terbentuknya formasi ini. Batupasir memiliki karakteristik   berupa warna putih krem, dengan analisator berwarna abu-abu kecokelatan, ukuran butir   kasar, bentuk  butir membundar-membundar tanggung, kemas terbuka-tertutup, pemilahan  buruk, komposisi terdiri atas fragmen litik sebanyak 40%, kristal kuarsa sebanyak 5%, Kristal feldspar sebanyak 10%, material piroklastik sebanyak 10% dan matriks sebanyak 35%.  


V. DAFTAR PUSTAKA

Boggs. 1995. Principles     of Sedimentology and Stratigraphy, second edition, New Jersey : Prentice Hall Englewood Cliffs

Bothe, A.CH.G. 1929. Jiwo Hills and Soutern Range, Excurcion Guide. IVth Pacific Sci. Cong, Bandung.

Fenton. 1940. The Rock Book. New York: Doubleday Company, inc.

Hamblin, W.K, Howard, J.D. 1964. Physical Geology 3rd Editon. Minnesota: Burges Publishing Company.

Pandita, H., 2008, Lingkungan Pengendapan Formasi Sambipitu Berdasarkan Fosil Jejak di Daerah Nglipar, JTM, Institut Teknologi Bandung, Vol. XV, No. 2 hal 85-94. ISSN 0854-8528.

Praptisih, Kamtono, dkk. 2006. Stratigrafi dan Sedimentasi Endapan Kuarter Daerah Puring dan Sekitarnya, Gombong Selatan. RISET-Geologi dan Pertambangan Jilid 16 No. 2, Hal.35-48

Surono. 2008. Litostratigrafi dan Sedimentasi Formasi Kebo dan Formasi Butak di Pegunungan Baturagung, Jawa Tengah Bagian Selatan. Jurnal Geologi Indonesi, Vol.3 No.4, Hal.182-193.

Sutanto, 2003. Himpunan Batuan dan Keanekaragaman Proses pada Busur vulkanik di Lingkungan Busur Kepulauan dan Tepi Benua Aktif. Jurnal Ilmu Kebumian Buletin Teknologi Mineral, UPN “Veteran” Yogyakarta, h.58-67.

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Geomorfologi Danau di Sumatera

Geomorfologi  Danau Ranau, Danau Kerinci, Danau Maninjau, Danau Singkarak, dan Danau Laut Tawar di Pulau Sumatera Milta. C, Dwiyanti.P, Kiesha. A, Merlina, M.Fikram. Miftah. A, Rahmatullah. T miltac31@gmail.com Fakultas Geografi  Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 2020 BAB I PENDAHULUAN 1.1  Latar Belakang      Geomorfologi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan tentang bentuklahan, pembentuk muka bumi, baik di atas maupun di bawah muka air laut, yang menekankan pada genesis dan perkembangannya di masa datang, serta kaitannya dengan lingkungan (Verstappen, 1983). Objek kajian utama dari geomorfologi adalah bentuhlahan. Bentuklahan adalah bentukan alam di permukaan bumi khususnya di daratan yang terjadi karena proses pembentukan tertentu dan melalui serangkaian evolusi tertentu pula (Marsoedi, 1996). Dapat disimpulkan bahwa geomorfologi mempelajari bentuk lahan dan proses yang mempengaruhi bentuklahan, serta menyelidiki hubungan timbal balik antara ben...

Laporan Praktikum Kimia Dasar : Analisis Aspirin dan Kafein dalam Tablet